Hidup adalah Perjuangan. Berjuanglah sesuai dengan kamampuan yang Tuhan berikan kepada Kita
yu

9.13.2009

Garuk waktu, Cungkil trauma

Oleh Kristian Madai

Hari terus berubah, tahun pun berganti ... banyak fenomena datang dan pergi dengan meninggalkan jejak sadis dengan segala teror dan horornya di dalam ingatan penderitaan orang asli Papua. Kenangan pahit yang tak terlupakan terus menghantui mereka, ketika berhadapan dengan realitas yang mengukirkan ratap tangis karena sanak saudara yang dibantai habis. Kenangan ini mengingatkan mereka pada pengalaman pahit di masa silam di mana tekanan militer membuat warga menjadi panik dan ketakutan. Mereka datang menculik, memerkosa, membunuh, dan menindas orang asli Papua sesuka hati.

”Ini benar terjadi anak” kata seorang kakek yang lagi berbaring di pinggiran perapian sambil menceritakan kisah penindasan militer di zamannya. Sambil membayangkan semua peristiwa ia bercerita ”orang Indonesia itu kami tidak pernah minta mereka datang, mereka sendiri yang datang. Mereka ambil tanah sembarang baru mereka bangun rumah. Saya heran mereka tidak merasa malu kalau tanah itu mereka curi. Sudah jadi pencuri tapi mereka belum puas. Mereka juga ingin bunuh orang. Kalian punya saudara-saudara itu banyak yang mereka bunuh. Saya heran !!! saya pun bertanya : ini manusia yang datang kah, setan yang datang ? kalau manusia pasti mengasihi sesama, tapi mereka tidak ada perasaan ... mungkin mereka binatang.” kakek itu terus bercerita sampai cucunya tertidur di atas pangkuannya. Ia lalu memperhatikan cucunya dan berkata ”anak kalian harus tahu sejarah. Semua yang terjadi sekarang ini bukan terjadi begitu saja. Semua yang terjadi sekarang juga bukan salah kami sebagai orang tua. Kami tidak tahu kenapa semua ini terjadi. Anak saya akan selalu berdoa, agar kalian kelak bahagia. Semoga kalian semakin jeli dan bisa memahami fenomena dan realita yang terjadi di dalam ruang dan waktu. Kalian selalu ada di dalam tangisan dan doaku.” setelah itu ia membaringkan cucunya, lalu berjalan keluar rumah.

di halaman depan rumahnya, ia berjumpa dengan seorang sahabat lama. Mereka berdua duduk sambil menceritakan semua fenomena yang terjadi. ”Sobat” sapa temannya ”akhir-akhir ini saya dengar militer banyak di Freeport itu kenapa? Saya dengar juga ada penembakkan di sana. terus kamu sendiri sudah dengar kah tidak ?” tanya temannya. Lalu kakek Jimi mulai bercerita ”Saya juga gelisah kawan, ketika dengar berita ini. Saya sendiri susah tidur, saya masih ingat peristiwa yang dulu-dulu itu. Saya sendiri jadi bingung mengapa mereka selalu memanaskan situasi. Saya kasihan kita punya anak-anak dan saudara-saudara yang selalu hidup dalam dekapan trauma. Mereka tidak salah tapi mereka dituduh sebagai pelaku. Dan kalau sudah dituduh sebagai tersangka, itu artinya mereka harus berada di dalam bui selama 25 – 50 tahun. Saya sering berpikir kalau begitu separuh hidup kita tidak bebas. Lalu apa gunanya alam yang luas ini, sungai-sungai yang indah, laut yang begitu kaya, gunung-gunung yang menjulang tinggi, hutan tempat kita berburuh, dan semua yang Tuhan beri untuk kita? Kita seperti ayam yang mati di atas tumpukan beras. Mereka datang bodohi kami, juga membunuh kami satu per satu supaya semua itu mereka bisa kuasai. Mereka pintar menciptakan masalah, lalu menuduh kami sebagai dalangnya. Buktinya Freeport. Ini bukti sobat.”

Temannya hanya terdiam dengan pandangan matanya yang menerawang ke angkasa. Mereka berdua larut dalam keheningan. ”oh ... Tuhan !!” sahut temannya. Ia kemudian memegang pundak sahabatnya dan berkata ”kawan ....!!! ini kenyataan bukan mimpi. Ini bukan pelajaran di sekolan atau di kampus. Ini kenyataan sobat. Mereka di belahan dunia lain hidup enak. Mereka bisa menikmati kehidupan yang layak. Mereka bisa bersekolah sampai tinggi-tinggi, mempunyai pekerjaan yang layak, dan kesehatan yang baik. Lalu kita ini siapa ? apakah kita-kita ini bukan manusia, sehingga selalu diperlakukan kasar dan diberi stigma yang negatif ?” Kemudian kakek Jimi mulai berkomentar ”kawan ini bukan nasib. Ini bukan musibah yang Tuhan beri. Ini pekerjaannya iblis. Indonesia itu iblis. Kami tidak pernah merasa diri sebagai orang Indonesia. Mereka saja yang merasa begitu dan memaksa kami untuk menjadi Indonesia. Mereka memaksa kami karena kami mempunyai kekayaan alam yang subur dan kaya raya. Mereka dan negara-negara kapitalis lainnya hanya menginginkan kekayaan alam Papua, sedangkan manusianya tidak mereka perhatikan. Untuk Freeport mereka bekerja sama dengan 26 negara yang menanamkan sahamnya, dan di bantu 150 perusahaan pendukung dari luar negeri. Dulu ada 27 negara, tapi negara Norwegia tidak bergabung lagi. Dia keluar dengan mencabut sahamnya sebesar 260 Triliun rupiah. Bayangkan kawan uang sebesar itu ..!!” kawannya terheran-heran. Ia tidak percaya kalau ada negara lain dan perusahaan asing terlibat di dalamnya. ”sobat ....!!!” sahut temannya ”saya tidak percaya kalau freeport itu rupanya perusahaan besar ..!! dulu saya tidak tahu, tapi sekarang saya sedikit tahu.”

Kakek Jimi pun melanjutkan ceritanya ”benar sobat .... Freeport itu perusahaan besar. Akar masalah Papua adalah Freeport. Karena Freeport orang banyak jadi korban. Militer menjaga Freeport seperti anjing kapitalis. Mereka pintar mencari uang, dan mendehumanisasikan orang Papua. Cara mereka cari uang yaitu dengan buat kasus di Freeport, seperti yang terjadi sekarang ini. Mereka membunuh sesamanya termasuk orang bule, lalu menuduh orang Papua yang buat. Tujuan mereka yaitu agar orang Papua disalahkan dan dianggap sebagai pengacau keamanan. Untuk membuktikan itu mereka menangkap orang sembarang, lalu menuduhnya sebagai tersangka. Mereka pun berkerja sama dengan media massa untuk menyebarluaskan informasi. Jadi, Papua itu Militer punya tempat main-main. Indonesia senang mempermaikan Papua.”

Mereka terus bercerita mengenai Freeport. Tiba-tiba mereka terkejut mendengar teriakan suara ”kakek Jimi .... kakek Jimi .... lihat matahari sudah terbit !!!” cucunya berteriak sambil menunjuk sang Bintang Fajar yang sedang merekah di ufuk timur. Mereka bertiga berdiri sambil menikmati indahnya mentari pagi.

9.12.2009

Jangan Mati Bersama Musik Anda

Hanya ada satu kehidupan
bagi kita masing-masing
hidup kita sendiri —Euripides


Seorang musisi harus menciptakan musik, seorang seniman harus melukis, seorang penyair harus menulis, jika ia ingin merasa damai dengan dirinya sendiri. Apa yang seseorang bisa lakukan, harus ia lakukan. —Abraham Maslow



Saat ini Anda tinggal di dunia yang seluruh sistem serta elemennya digerakkan oleh satu dengan yang lainnya. Masing-masing bagian di dalam dunia ini tidak bisa hidup sendiri, semua saling bergantung satu dengan yang lainnya.

At top of that ada Daya yang sungguh luar biasa yang mengatur semuanya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa. Dia menjalankan semua elemen itu dengan seimbang dan sangat sempurna.

Perlu Anda ketahui juga bahwa, Anda dan kita semua adalah bagian sistem yang bergerak itu. Anda merasa bahwa Anda adalah sistem yang paling penting dari seluruh yang ada di jagad raya ini. Sebetulnya tidak.

Anda muncul di dunia juga adalah bagian dari proses sistem yang sangat rumit itu. Tepat waktu, pada tempat yang sesuai dan dengan cara yang sudah ditentukan dengan benar oleh Dia Yang Maha Kuasa.So what? Saya ingin mengajak kepada Anda bahwa di dunia ini tidak ada yang tidak pas. Mungkin Anda merasa bahwa pekerjaan, keluarga, isteri, anak dan suasana yang Anda jalani tidak pas menurut logis Anda. Tapi tidak kawan, semua itu sudah terdetailkan oleh sistem rumit itu. Dan tidak ada yang luput dari perhatiannya.

Semua yang dari awal hingga akhir nanti semuanya sudah didesain sedemikian rupa sehingga selaras dengan jalannya sistem detail yang lain.

Semua telah selaras, tepat dan sudah dapat dipastikan semuanya sesuai dengan hukum kemauan-Nya. Tinggal tugas Anda lah saat ini untuk memainkan peran Anda dengan optimal mungkin. Jangan sia-siakan peranan Anda itu.

Sehingga, menyesali apapun yang terjadi di Anda atau sekeliling Anda tidaklah ada artinya sama sekali.